Suramadunews.com, BANGKALAN -Kasus bayi meninggal usai dilahirkan secara sesar terus berlanjut. Terbaru, Siti Khadijah (35) warga asal Desa Perreng Kecamatan Burneh sekaligus ibu dari bayi tersebut mengakui dirinya tak dilakukan pemeriksaan USG oleh dokter sebelum tindakan operasi sesar dilakukan.
Sebelumnya, bidan Desa Perreng, Eko Wahyuningsih mengatakan pada pertengahan desember tersebut Khadijah datang ke tempat prakteknya untuk melakukan pemeriksaan. Ia pun melakukan pemeriksaan dan menyarankan untuk melakukan USG sebab dirinya tak memiliki alat tersebut.
“Bu Khadijah sebelumnya juga bilang kalau di bulan desember harus melakukan pemeriksaan USG, jadi beliau tanya dimana yang menyediakan USG, saya jawab dengan memberikan pilihan beberapa rumah sakit. Lalu beliau sendiri yang menetukan akan ke dokter T,” ujarnya, Kamis (21/01/2021).
Ia mengatakan, Khadijah merupakan pasien dengan resiko tinggi sebab sebelumnya pernah melahirkan secara sesar. Sehingga kemungkinan melahirkan secara normal sangat beresiko.
“Beliau memiliki resiko tinggi dan dua kali melakukan persalinan dengan operasi sehingga kemungkinan lahir melalui bawah sangat beresiko,” tambahnya.
Setelah itu, Khadijah melakukan USG pada salah satu dokter di Bangkalan pada tanggal 15 desember. Usai melakukan pemeriksaan, ia kemudian pulang dan saat itu diketahui berat bayi didalam kandungannya seberat 2,8 kilogram.
Khadijah mengatakan, setelah mengetahui berat bayi didalam kandungannya tersebut, ia bersedia dilakukan oeprasi sesar. Namun, sayangnya saat hendak melakukan operasi, dokter T tak melakukan pemeriksaan USG.
“Saya kan orang awam, harusnya dokter yang lebih mengetahui apakah kondisi kandungan memungkinkan dan prosedurnya harus seperti apa. Harusnya dokter lebih paham dan sebelum operasi, dokter tersebut tidak melakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu,” jelasnya.
Ia mengatakan, dokter T hanya berpatokan pada hasil USG pada tanggal 15 sebelumnya. Saat bayi tersebut berhasil dioperasi, beratnya pun berkurang drastis.
“Saya ingat betul tanggal 15 itu anak saya masih 2,8kg beratnya, lalu pada saat operasi hanya 1,8 kg. Lebih parahnya lagi, pasca operasi tersebut dokter T tidak mendatangi saya, baru di hari ketiga saat kami semua berontak, dokter tersebut mendatangi saya di kamar RSIA tersebut,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi D, Nur Hasan mengaku akan terus mengawal kasus ini. Ia mengatakan, akan memanggil dokter tersebut dan meminta klarifikasi sekaligus untuk mengetahui SOP sebelum operasi dilakukan.
“Dengan adanya satu tahapan yang tidak dilakukan, kami menduga dokter tersebut lalai. Dan harusnya sebelum operasi harus ada form persetujuan dari pasien, yang kedua kami akan memastikan apakah tindakan operasi tersebut sesuai dengan SOP,” tambahnya.
Ia mengatakan, kasus tersebut akan dilaporkan pada IDI Bangkalan dan selanjutnya akan disampaikan pada IDI provinsi. Sehingga, IDI dapat menilai dan menentukan tindakan dokter tersebut sesuai atau dapat dikenai sanksi. (ysa)