Perlukah Printing Money di Tengah Krisis Pandemi ?

0
305

suramadunews.com, Bangkalan – dalam teori ekonomi konvensional printing money (cetak uang) merupakan sebuah tindakan yang mengandung banyak resiko. Salah satunya adalah inflasi. Uang yang beredar lebih banyak dari jumlah barang di pasaran.

Hal ini mengingat untuk regulasi cetak yang Sendiri dalam teori ekonomi konvensional masih menggunakan underlay (dasar pencetakan) berupa cadangan devisa emas atau dollar. Resikonya adalah ketika cadangan emas kita menipis dan dollar susah didapat, maka akan terjadi trickle down effect yang bisa berakibat pada runtuhnya ekonomi negara.

Hal ini dipicu oleh beberapa sebab :

1. Inflasi yang tinggi

2. Penurunan nilai mata uang terhadap barang

3. Penurunan kurs rupiah terhadap dollar

4. Habisnya cadangan devisa negara

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa Negara-negara yang menganut atau menggunakan dinar (emas) sebagai nilai tukar terhadap barang, jauh lebih bisa bertahan secara ekonomi dibandingkan dengan negara-negara yang menganut sistem mata uang Kartal seperti yang dianut Indonesia ?

Tentu saja jawabannya mudah. Mata uang dinar (emas) mengindikasikan jumlah kadar emas yang disesuaikan dengan nilai mata uang. Sehingga dalam printing money, mereka tidak memerlukan cadangan devisa yang disetor ke Bank Sentral sebagai pengganti mata uang kartal. Mata uang dinar sendiripun bisa menjadi obyek jual dari si pemilik mata uang. Sederhananya begini : dinar merupakan benda dengan dua fungsi ; substitusi (pengganti) dan barang dagangan. Sehingga inflasi tidak akan terjadi mengingat jumlah emas di pasaran tidak akan berkurang jumlahnya. Sangat terkendali. Kondisi ini biasanya terjadi di Negara-negara Timur Tengah yang masih menggunakan dinar sebagai mata uang mereka.

Hal yang bertolak belakang dengan Indonesia atau Negara-negara dengan mata uang kartal. Saat printing money, cadangan emas jelas akan berkurang di pasaran, uang yang ada jelas akan lebih banyak di pasaran. Akibatnya inflasi dan penurunan nilai mata uang menjadi sebuah keniscayaan.

Bila kemudian dollar yang menjadi underlay printing money, maka yang terjadi adalah kelangkaan dollar di pasaran domestik sebagai pembayaran internasional (ekspor – impor). Akibatnya nilai tukar dollar menjadj tinggi karena demand (permintaan) tinggi. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin turun.

Teori Ekonomi Moder (Modern Moneytary Theory) berbeda dalam memandang sistem ekonomi yang dikembangkan para ekonom klasik. Sebuah terobosan teori yang bisa menjadi alternatif kebuntuan di era krisis seperti sekarang.

Underlay yang bisa digunakan oleh Bank Sentral bukan melulu cadangan devisa dan dollar saja. Tapi bisa berbasis project besar domestik yang seluruh sumber daga alam serta sumber daya manusianya diambilkan dari dalam negeri.

Salah satu contoh proyek pembangunan satu juta rumah untuk masyarakat pra sejahtera misalkan. Bisa digunakan sebagai underlay untuk mencetak uang sejumlah kebutuhan project tersebut. Bahan baku lokal bisa menggiatkan sektor-sektor ekonomi domestik mulai dari pabrik semen, pengrajin genteng, pengusaha batu bata, dan lain sebagainya. Sumber daya manusia yang mempekerjakan employer (pekerja) domestik juga bisa menurunkan angka pengangguran.

Bagaimana cara agar tidak terjadi inflasi ? Maka setiap uang yang dihasilkan dari penjualan rumah murah tersebut harus dibakar. Hal ini akan mengurangi bahkan meniadakan dampak inflasi.

Bila cara ini menjadi dasar pemecahan krisis ekonomi Indonesia, maka saya sangat yakin, pada 10 tahun kedepan, Indonesia menjadi Negara maju yang berdaulat. (Dit)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here